Sebuah penelitian baru yang dilakukan sebuah tim di Albuquerque New
Mexico memberikan prespektif baru tentang insomnia kronis. Penelitian
yang sederhana dan masih dalam skala kecil ini mencoba untuk melihat
secara obyektif kenapa penderita insomnia kronis sering terjaga di malam
hari.
Para peneliti mengumpulkan 20 orang penderita insomnia
kronis untuk direkam tidurnya menggunakan polisomnografi (PSG) di
laboratorium tidur. Hasilnya ternyata mengejutkan banyak ahli, 90 persen
penyebab pasien terjaga adalah gangguan nafas saat tidur,
sleep apnea!
Padahal secara subyektif, para peserta penelitian menyatakan penyebab
mereka terjaga adalah 50 persen tak tahu penyebabnya terjaga, 45 persen
karena mimpi buruk, 35 persen karena dorongan untuk kencing, 20 persen
karena gangguan lingkungan tidur dan 15 persen akibat rasa sakit.
Tak
satu pun peserta menduga dirinya terjaga akibat gangguan nafas. Bahkan
11 dari 20 peserta penelitian dinyatakan positif menderita
sleep apnea. Padahal, sebelum penelitian para peserta sudah disaring. Jika menunjukkan gejala
sleep apnea, seperti mendengkur atau kantuk berlebihan, peserta akan dicoret dari keikutsertaannya. Tak satu pun peserta yang mendengkur.
Keluhan penderita insomnia bisa dikatakan berlawanan dengan penderita
sleep apnea. Jika penderita
sleep apnea mendengkur
dan terus mengantuk, penderita insomnia justru mengeluhkan kesulitan
memulai atau mempertahankan tidur. Penderita insomnia dengan kesulitan
mempertahankan tidur, mudah terbangun di tengah malam dan biasanya sulit
untuk tidur kembali.
Sleep apnea merupakan gangguan nafas saat tidur yang menyebabkan penderitanya terbangun (
arousal)
akibat sesak. Penderita terbangun tanpa terjaga, hingga ia tak ingat
terbangun berulang kali sepanjang malam. Akibat proses tidur yang
terpotong-potong, penderita
sleep apnea bangun tak segar dan terus mengantuk sepanjang hari.
Para ahli berhipotesa, keterjagaan di tengah malam berhubungan dengan kondisi
hyperarousal pada penderita insomnia.
Hyperarousal,
untuk mudahnya diartikan sebagai kondisi terlalu tegang untuk tidur,
akibatnya penderita mudah sekali terjaga. Diduga, episode bangun singkat
yang disebabkan
sleep apnea memicu penderita insomnia terjaga. Sayang penderita tak menyadari penyebabnya terjaga. Penderita hanya tahu ia terjaga.
Selama ini, perawatan insomnia diarahkan pada
hyperarousal. Lewat perawatan perilaku kognitif (
cognitive behavior therapy for insomnia/CBTi)
pasien diajarkan untuk mengenali tidurnya dan mengurangi ketegangannya.
Misalkan dengan mengatur jadwal tidur, ritual persiapan tidur dan
mengatur
higiene tidur yang baik. Dengan sendirinya penderita
jadi tak mudah terjaga. Jika sampai terjaga pun penderita insomnia akan
mudah kembali tidur. Namun hingga kini penyebab keterjagaannya sendiri
tak pernah jadi perhatian. Fokus perawatan diutamakan agar penderita
dapat mudah kembali tidur.
Penelitian ini telah memberikan
kemungkinan baru dalam perawatan insomnia kronis. Jika selama ini
perawatan insomnia kronis adalah dengan CBTi,
cognitive behavior therapy for insomnia dan medikasi obat-obatan, di masa depan ditambahkan juga dengan pemeriksaan dan perawatan
sleep apnea.
Penelitian-
penelitian di masa depan diharapkan akan lebih mencerahkan. Bagi
klinisi di praktek sehari-hari penelitian ini memberikan harapan baru
untuk merawat pasien dengan insomnia kronis. Pemeriksaan tidur bisa
memberikan petunjuk tentang penyebab penderita terjaga dan merawatnya.
Cr : Kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar